Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menindaklanjuti kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Salah satu tersangka utama, Hendry Lie, yang juga dikenal sebagai bos Sriwijaya Air, telah ditangkap pada Senin (18/11) malam di Bandara Soekarno-Hatta setelah kembali dari Singapura.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Abdul Qohar menyatakan bahwa Kejagung telah menelusuri dan menyita sejumlah aset milik Hendry Lie, termasuk vila mewah di Bali.
“Semua aset para tersangka sudah kita lakukan penelusuran, pencarian, dan penyitaan, termasuk aset milik Hendry Lie,” ujar Abdul dalam jumpa pers, Selasa (19/11) dini hari.
Kejagung menyita sebuah vila yang dibangun di atas lahan seluas 1.800 meter persegi di Bali, dengan estimasi nilai mencapai Rp 20 miliar. Vila ini diketahui dibeli Hendry pada 2022 atas nama istrinya. Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjelaskan bahwa vila tersebut diduga dibeli menggunakan uang hasil tindak pidana.
“Uang yang digunakan untuk membeli vila tersebut diduga bersumber atau terkait dengan tindak pidana a quo,” ungkap Harli.
Selain vila di Bali, aset lain berupa tanah dan bangunan milik Hendry di berbagai lokasi juga sedang dalam proses penyitaan. Penyitaan ini menjadi bagian dari langkah penyidikan kasus besar yang melibatkan banyak pihak.
Hendry Lie dan adiknya, Fandy Lingga, diduga menggunakan dua perusahaan boneka yang berkedok sebagai penyewaan alat peleburan timah untuk menutupi kegiatan pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Modus ini melibatkan pejabat internal PT Timah dan menyebabkan kerugian negara yang sangat besar.
Hendry dilaporkan menerima keuntungan pribadi mencapai Rp 1 triliun dari kegiatan ilegal ini. Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan 22 tersangka, termasuk mantan direksi PT Timah dan sejumlah pengusaha, salah satunya Harvey Moeis.
Hendry Lie ditangkap setelah menjalani perawatan di Singapura. Penangkapan dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta, menandai langkah tegas Kejagung dalam menindak pelaku korupsi besar yang merugikan negara.
Kasus megakorupsi ini menjadi salah satu perhatian utama Kejagung. Penyitaan aset dan penangkapan tersangka diharapkan dapat memulihkan kerugian negara dan memberikan efek jera. Abdul Qohar menegaskan bahwa Kejagung akan terus menelusuri aset-aset terkait hingga kasus ini tuntas.
“Kami akan memastikan seluruh aset hasil tindak pidana disita untuk kepentingan negara,” tegasnya.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap tata kelola sumber daya alam di Indonesia, khususnya dalam sektor pertambangan, guna mencegah kerugian negara yang lebih besar di masa depan.