Menuju Net Zero Emission 2060: Langkah-Langkah Strategis Indonesia dalam Mengatasi Pemanasan Global

I. Aeni Muharromah

I. Aeni Muharromah

Humas BRIN

Akhir-akhir ini kita sering merasakan panas terik yang menyengat walau masih jam 10 pagi dan kilauan sinar mentari membuat mata kita sering terganggu. Keluar mencari makan siang bila cuaca terang kami memilih menggunakan payung walau jarak dekat sekalipun. Terasa panas memekak. Seringkali terang benerang, panas terik disusul dengan mendung dan hujan besar. Pemanasan global dirasakan kita bersama dan untuk itu kita harus peduli lingkungn dan semua upaya untuk mengurangi emisi yang menjadi salah satu pemanasan global.

Mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer merupakan langkah kunci untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Net zero bertujuan untuk mencegah peningkatan suhu global dan dampak negatifnya terhadap cuaca, ekosistem, dan kehidupan manusia.  Net zero emissions adalah sebuah konsep dalam konteks perubahan iklim. Konsep ini mengacu pada kondisi dimana jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer sama dengan jumlah emisi yang dihapus dari atmosfer melalui berbagai tindakan mitigasi.

Berbagai forum diskusi, seminar telah digelar untuk mencari langkah strategi mengupayakan pengurangan emisi untuk keberlangsung bumi. Masalah serius memang harus ditangani secara serius dan berkesinambungan. Negara G20 yang diemban presedensi tahun 2022 oleh Indonesia telah dijadikan momentum penting transisi energi hijau di tahan air. PT PLN (Persero) telah menjalankan sejumlah langkah strategis untuk mendukung pengurangan emisi global. Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, mengatakan dalam pertemuan ini Indonesia menjelaskan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi dunia.

Langkah pengurangan emisi salah satunya melalui sektor kelistrikan seperti pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan juga meningkatkan inovasi dan teknologi untuk pengurangan emisi karbon. Indonesia mengajak negara G20 dan semua pihak untuk berkolaborasi dan berdiskusi tentang teknologi yang ramah lingkungan, berkelanjutan dan affordable. PLN pun telah memetakan seluruh peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian NZE 2060. 

Salah satunya adalah pengembangan pembangkit EBT sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Tak hanya menggencarkan pembangunan pembangkit EBT, PLN juga secara paralel menjalankan skenario mempensiunkan lebih awal ( early retirement ) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) secara bertahap hingga 2056 mendatang.

Tahap pertama, hingga 2030, PLN akan mengurangi 5,5 GW PLTU. Pada tahap kedua, PLN akan mempensiunkan PLTU subcritical sebesar 10 GW pada 2040. Sedangkan pada 2050, PLN mengakhiri PLTU subcritical sebesar 18 GW dan supercritical 7 GW. “Tahap terakhir pada tahun 2055, PLTU ultra-supercritical 10 GW dipensiunkan,” ujar Darmawan (dirut PLN). Ia menegaskan, PLN mengganti PLTU dengan pembangkit EBT.

Angka ini akan berkontribusi pada pengurangan emisi total sebesar 53 juta ton CO₂. Pengurangan emisi karbon tidak bisa menunggu seluruh PLTU pensiun. Maka, PLN dalam operasional PLTU juga menerapkan teknologi ramah lingkungan. PLN, misalnya, menggunakan teknologi ultra-supercritical dan co-firing pada PLTU yang saat ini masih beroperasi. Program co-firing ini merupakan upaya percepatan pencapaian target bauran energi EBT 23 persen tanpa harus membangun pembangkit baru dengan melakukan substitusi sebagian kebutuhan batu bara dengan biomassa di 52 PLTU.

Sebagai think thank nya Indonesi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terlibat aktif dalam berbagai penelitian yang bertujuan untuk memfasilitasi transisi menuju nol emisi karbon (Net Zero Emission) di berbagai sektor. Hal itu diungkapkannya saat membuka kegiatan Lecture Series bertema “Energy Transition Towards Zero Emissions” yang dilaksanakan oleh Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa (23/4).

Menurut Amarulla (Wakil Kepala BRIN), rangkaian Lecture Series yang menghadirkan dua pembicara dari Technische Universiteit Delft (TU Delft) ini akan membuka perspektif baru dalam meningkatkan strategi kebijakan dan arah penelitian mengenai emisi nol bersih. Dia juga mengapresiasi TU Delft yang juga terlibat dalam kolaborasi masa depan dengan BRIN untuk mengatasi dampak perubahan iklim. “Kolaborasi tersebut dapat mencakup pertukaran kemitraan penelitian peneliti postdoctoral antara TU Delft dan BRIN atau mahasiswa di TU Delft,” katanya.

Sebagaimana diketahui, Indonesia menunjukkan komitmen yang serius dalam mengatasi perubahan iklim, yang dicontohkan dengan penerapan Rencana Aksi Nasional untuk Perubahan Iklim dan Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca sejak tahun 2011. Kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah telah secara konsisten melaksanakan rencana ini.

Rencana Penurunan Emisi tersebut selanjutnya disempurnakan dan dituangkan dalam Kontribusi Nasional yang Ditentukan atau Nationally Determined Contribution (NDC) Pertama pada tahun 2016, yang kemudian diperbarui pada tahun 2021. Pada tahun 2022, Indonesia mengajukan NDC yang disempurnakan dengan tujuan penurunan emisi yang lebih besar sebesar 31,89% dibandingkan sebelumnya.

Peningkatan NDC ini, lanjut Amarulla, juga merupakan transisi menuju NDC kedua di Indonesia, yang akan selaras dengan Strategi Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim Jangka Panjang tahun 2050 dan bertujuan untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat lagi.

Target Penurunan Emisi Nasional digambarkan dengan mempertimbangkan penurunan emisi sektoral. Sektor hutan dan penggunaan atau volume lahan lainnya diharapkan berfungsi sebagai penyerap karbon yang memfasilitasi pencapaian emisi nol bersih Indonesia pada tahun 2060. Indonesia telah menyiapkan peta jalan dekarbonisasi nol emisi bersih tahun 2060 untuk memenuhi komitmen Perjanjian Paris. Salah satunya dengan merencanakan karbonisasi mendalam pada masa transisi energi dengan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% per tahun atau lebih.

Peta jalan emisi nol bersih tahun 2060 akan menjadi perpanjangan NDC di mana mitigasi emisi gas rumah kaca setelah tahun 2030 akan didekarbonisasi. Hal ini mencakup penerapan sistem energi yang lebih efisien, energi terbarukan, energi nol atau rendah emisi, dan teknologi penyimpanan dan pemanfaatan CO2, serta memprioritaskan pengurangan batu bara secara bertahap.

Apa yang telah dilakukan pertamina untuk mendukung NZE ini diantaranya Pertamina memiliki 2 inisiatif untuk mencapai net zero emission yaitu dekarbonisasi bisnis dan membangun bisnis baru. Inisiatif dekarbonisasi antara lain dengan efisiensi energi, pembangkit listrik berbasis energi hijau, pemanfaatan kendaraan listrik, CCS/CCUS internal, bahan bakar rendah emisi. Inisiatif yang kedua adalah membangun bisnis baru yang meliputi pengembangan energi terbarukan, EV charging dan battery swap, natural based solutions, pengembangan hidrogen Biru/Hijau, pembangunan ekosistem baterai dan EV, Biofuel, CCS/ CCUS terintegrasi, dan bisnis pasar karbon menurut  Dannif Danusaputro, dirut pertamina.

Pertamina NRE memiliki 3 pilar strategis. Pertama solusi karbon rendah seperti gas to power, serta dekarbonisasi melalui konservasi energi dan NBS. Kedua, pengembangan energi terbarukan seperti energi panas bumi, energi surya, biogas, angin, dan pasang surut air laut. Dan ketiga adalah pembangunan bisnis baru di sektor energi seperti baterai dan ekosistem kendaraan listrik, bisnis karbon, serta hidrogen bersih.

Pemerintah telah bahu membahu memberdayakan semua lembaganya melaluka semua upaya sesuai kewenangan dan tugas fungsinya. Peran dan partisipasi masif masyarakat sangat diperlukan. Mengedukasi masyarakat luas dan turut memahami bahwa pemanasan global menjadi urusan kita sendiri oleh karena itu kita harus memiliki mindset hal itu menjadi tanggungjawab bersama.

Apa yang bisa kita lakukan dalam menjaga lingkungan? Budaya menanam dilingkungan rumah, sekolah, atau skup yang lebih besar misalnya dengan melibatkan RT dan RW dalam memanfaatkan fasos/fasum dan lahan yang terbengkalai. Melibatkan pihak sekolah, pesantren, yayasan atau kelompok tani untuk terus berkebun dan bertanam. Bila gerakan ini menjadi besar bahkan nasional maka tidak lama lagi kita akan semakin merasakan manfaatnya untuk bumi yang kita cintai. Udara yang kita hiruf semakin segar, produksi oksigen akan makin banyak, panas bumi akan berkurang, bencana longsor berkurang.

Top Five
Pilihan